Bila engkau bertemu dengan sesrorang hendaknya engkau memandang dia itu lebih utama darimu dan katakanlah dalam hatimu,”Boleh jadi dia lebih baik di sisi Allah daripada diriku ini dan lebih tinggi derajatnya.” Jika engkau temui orang yang lebih kecil atau lebih muda daripadamu maka katakanlah,” Bileh jadi anak muda ini tidak banyak berbuat dosa kepada Allah, sedangkan aku adalah orang yang lebih banyak berbuat dosa.” Jika yang engkau temui adalah orang yang lebih tua maka hendaknya engkau ajari hati untuk mengatakan,”Orang ini telah lebih dahulu beribadah kepada Allah SWT.” Jika engkau temui orang yang lebih bodoh, ajarilah lisanmu untuk mengatakan,” Orang ini durhaka kepada Allah karena kebodohannya, sedangkan aku durhaka karena pengetahuanku.” Jika orang pintar yang engkau temui maka ‘paksalah’ hatimu untuk mengatakan,” Orang ini telah diberi sesuatu yang tidak bisa aku raih. Orang ini telah mendapatkan apa yang tidak aku dapatkan. Orang ini telah mengetahui apa yang tidak aku ketahui, dan telah mengamalkan ilmunya.”
Islam memandang semua manusia dalam kedudukan yang
sama, pada awalnya. Kemudian memang akan terjadi perbedaan derajat atau level
di hadapan Allah. Namun yang harus diingat oleh kita adalah bahwa status
sosial, harta, tahta, keturunan atau latar belakang pendidikan bukanlah
parameter yang legal. Manusia mulia di sisi Allah adalah manusia yang paling
tinggi kadar ketakwaannya. Oleh karena itu, marilah kita lestarikan do’a yang
telah kita ketahui, Allahumma ‘alni
shaburan waj’alni syakuran waj’alni fi ‘aini shaghiran wa fi a’yunin-nasi
kabiran. Ya Allah, jadikanlah aku orang yang pandai bersabar dan pandai
bersyukur. Jadikanlah aku orang yang hina dalam pandanganku. Dan jadikanlah aku
orang yang besar dalam pandangan orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar